aku masih ingat hari itu hujan turun dengan derasnya. membuat orang-orang berlarian mencari tempat berteduh. kebanyakan ke arah emperan toko di sebelah rumahku. aku sedang memasukan motorku ke dalam garasi. motor pertama ku , motor kesayangan ku. seperti hujan jarum, dinginnya menusuk kain penyelimut tubuh.
aku masuk ke kamar, walau ibu, ayah, dan adikku sedang berkumpul di ruang tengah. sekaligus ruang TV, aku tidak beranjak dari kamarku. aku lelah. tugas dari bu linda sangat banyak. aku mencoba mengerjakan salah satunya. sebagai murid dengan prestasi terbaik. ada tekanan tersendiri untuk mempertahankannya.
tok,tok,tok. aku mendengar pintu rumahku diketuk. aku mendengar suara gadis-gadis muda. begitu aku menyebut mereka yang suka sekali bergerombol tanpa tujuan hidup. “Rendy, keluar sebentar,nak. bantu ibu .” seru ibuku dari arah dapur. aku memang tertutup dengan siapapun, tapi aku tidak pernah berkata tidak pada ibuku, hanya dia satu-satunya orang yang ku percaya di dunia. berbeda dengan adikku yang supel, dan bintang basket sekolah.
aku keluar,langsung ke arah dapur. ibuku merasakan kehadiranku dan berkata, ”ankat jemuran yang basah tadi, nak.” “sudah kuduga” pikirku. aku melakukannya dalam diam. hujan masih turun dengan derasnya. aku mengangkat jemuran , menaruhnya ke garasi. masuk lagi lewat pintu belakang. ibuku membuat the hangat dan mengambil kue kering dari dalam lemari. “ada tamu, bu” tanyaku sambil meneguk teh hangat yang disodorkan ibuku. “bukan, ada beberapa orang lagi berteduh di depan rumah kita. ibu suruh masuk aja.” jawabnya.
aku penasaran, siapa lagi yang ditolong ibuku. jika ada pemilihan ibu penolong terbaik dunia, aku yakin ibuku akan menang telak. dia pernah menolong pengemis yang ditusuk. membayar biayannya, dan memberinya pekerjaan di toko kuenya. dan menjadi orang kepercayan ibuku hingga saat ini.
aku menengok keluar , ke arah ruang tamu. tiga gadis duduk di ruang tamuku. tersenyum-senyum mengobrol dengan ibuku. ibuku merasakan kehadiranku (selalu). ia berkata dengan lembut, seperti biasanya “ini Rendy, anak tante”. sebagian dari mereka melongo, aku memandang mereka agak sinis. mereka lalu tersenyum- senyum. mengulurkan tangannya kepadaku. bukan sombong. wajahku tidak jelek-jelak amat, turunan ibuku yang cantik , dan tubuh ayahku yang cukup kekar (aku mendapatkannya sedikit, adikku mendapatkan lebih banyak). aku tetap diam, ada satu mata yang membuatku ingin tersenyum, wajahnya benar-benar indah dan mempesona. ia mengenakan baju sekolah putih abu-abu. tapi tertutup oleh sweeter berwarna hitam. ia tersenyum sinis ke arahku. aku tidak tau apa yang aku lakukan setelah itu, sepertinya semua nyawaku pergi berlari-berlari mencoba berlindung dari perasaan yang selama ini aku hindari., dan kini ia datang dari alam bawah sadarku. dan menyerang tiba-tiba bagai gerilyawan. tak dapat ditolak lagi.
yang ku ingat hanya bahwa aku pergi ke kamar, dan sepertinya tugas biologi yang harus ku selesaikan sudah tidak penting lagi. aku berusaha keras berkonsentrasi dan berupaya untuk menatap materi ekskresi ku lekat-lekat. kau harus berhasil. kau ada ujian besok. kataku pada diri sendiri.
tapi yang terjadi adalah aku berusaha melongok-longok seperti si dungu yang mengintip taman syurga. oh, tuhan. perasaan apa ini. rintih ku pada yang kuasa. tapi kemudian aku sadar, aku mengenalnya. tapi tidak bisa ku ingat siapa namanya. aku penasaran
makan malam, aku bertanya. berbisik menanyakan pada ibuku, apakah seharusnya aku mengenal gadis yang tadi datang. “dia
aku berhasil, mungkin lebih karena, meskipun ini
aku kembali pada rutinitas, berkutat dengan buku. aku ingin mendapat nilai terbaik. masuk ke universitas bagus, kerja dengan gajih tinggi , dan tentu saja rumah dan mobil bagus. tapi satu dering telepon merubah pandanganku. seorang ibu muda mendesiskan namaku, dengan kesedihan mendalam di balik suara anggun dan angkuhnya. aku menyadari bahwa suara itu suara Claire. tidak itu suara Nyonya Redwood, ibu Claire. suara mereka sangat mirip. Benar-benar tak berbeda.
dia menyuruhku ke rumahnya sekarang juga, aku menurut. bukan karena alasan ingin menemui Claire, tapi lebih karena penasaran. sikap ingin tahuku sangat besar, keras kepala ujar teman-temanku menyebut sikap ku ini. aku mengendarai motor ke alamat yang diberitahukannya. bertanya- tanya dalam hati , apa yuang ingin dibicarakannya.
masuk kerumah Claire, sangat
ibunya tidak berkata apa-apa, hanya berkata ”Ikut tante , ya” dengan lembut sambil terus berjalan ke depan, membelok ke arah kanan, menaiki tangga dan sampai ke kamar . dengan tulisan besar di depannya “Claire’s Room”. apa maksudnya ini. tante membuka pintu, menyuruhku duduk dia atas tempat tidur Claire.
“dia menangis setiap malam karena merasa berasalah, tidak mau minum obat. ” isak Ny. Redwood. aku mencoba menenangkannya. meski pun aku juga menangis.
aku pulang dengan bersedih, aku menyadari betapa aku sangat membutuhkan Claire. aku memang tidak pernah melupakannya. Claire, kenapa secepat ini. tapi satu hal yang aku yakini kini, bahwa mobil bagus, rumah bagus, dan pekerjaan hebat. tidak lagi menjadi berguna. Claire satu-satunya gadis muda di hidupku. dan akan selamanya begitu. Aku Mencintaimu, Claire. Selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar